Friday, October 18, 2013

Antropologi - Suku Batak

Identitas Batak

Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara di zaman logam.

J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah mitos yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir.

Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.
Salam Khas Batak
 
Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing berdasarkan puak yang menggunakannya
  • Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!” 
  • Karo “Mejuah-juah Kita Krina!”
  • Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”
  • Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!” 
  • Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”
   Kekerabatan

Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni:
  • Berdasarkan garis keturunan (genealogi) yang terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. 
  • Berdasarkan sosiologis yang terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan.
  Silsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.

  Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah. 
\
     Makanan Khas Batak

  • Saksang (makanan wajib dalam adat pernikahan Batak), terbuat dari daging babi atau anjing yang dicincang dan dimasak dengan menggunakan darah, santan dan rempah-rempah.
  • Arsik (ikan mas bumbu kuning), makanan khas daerah tapanuli yang dalam penyiapannya sisik ikan tidak dibuang.
  • Manuk Napinadar (ayam napinandar), memasaknya agak rumit dan inti dari masakan ini adalah saos dari darah ayam itu sendiri. 
  • Dengke Mas na Niura (ikan yang tidak dimasak), ikan mentah disajikan dengan bumbu yang lengkap sehingga membuat ikan tersebut lebih enak dirasa tanpa dimasak, yang artinya bahwa bumbu-bumbu itulah yang memasak ikan mas tersebut.
  • Na Tinombur, ikan lele atau ikan mujahir yang dibakar dan disajikan dengan sambal, hampir mirip dengan lele penyet atau pecel lele. 
  • Mie Gomak, asal usul sebutan untuk menu ini beragam versi. Sebagian menyebutkan, mungkin karena cara penyediaannya digomak-gomak (digenggam pakai tangan). 
  • Dali ni Horbo, air susu kerbau yang diolah secara tradisional dan merupakan makanan khas dari daerah Tapanuli.
  • Sambal Tuktuk, yang membedakan dari sambal lai adalah andaliman nya. Di daerah asalnya, sambal ini dicampur dengan ikan aso-aso (sejenis ikan kembung yang sudah dikeringkan).
  • Itak Gurgur, beras yang telah dihaluskan secara tradisional yang kemudian disebut itak. Gurgur dapat diartikan “membara”. Pemberi itak gurgur berharap si pemakan memiliki semangat yang membara-bara.
  • Kue Ombusombus, terbuat dari tepung beras yang diberi gula di tengahnya dan dibungkus dengan daun pisang. 
  • Tipatipa, makanan ringan yang bentuknya agak keras dan berasal dari beras yang dipilih khusus.
  • Kacang Sihobuk, jajanan dari Desa Sihobuk yang menjadi oleh-oleh terkenal sampai ke luar negeri. 
  • Sasagun, terbuat dari tepung beras yang digongseng dengan kelapa dan dicampur dengan gula merah/aren.

Upacara Adat

Manulangi Natua-Tua merupakan upacara adat masyarakat Batak yakni memberi makan kepada orangtua dan khusus dilakukan ketika mereka sudah menginjak masa tua. Selain itu, juga dilakukan ketika orangtua tersebut memasuki masa kritis (mendekati kematian. Upacara manulangi natua-tua ini hanya dapat dilakukan jika orangtua tersebut sudah memiliki cucu). Umumnya, upacara adat ini dilakukan oleh masyarakat yang berada di daerah perantauan.

Dilakukan dengan memberi makanan yang masih bisa dinikmati dengan enak dan puas kepada sang orangtua, dimaksudkan untuk memberi dorongan moral bagi orangtua yang sudah cukup tua. Upacara ini dapat juga dimaksudkan agar penyakit dan bencana menjauh dari orangtua. Bagi para anak dan cucu, upacara ini menjadi kesempatan, yang mana mereka dapat menikmati berkat yang terpancar dari sang orangtua.

          Penduduk

   Populasi penduduk etnik Batak di Indonesia merupakan sub populasi terbanyak ketiga setelah etnik Jawa dan etnik Sunda. Jumlah etnik Batak di Indonesia hasil Sensus Penduduk 2010 adalah sebanyak  8,432,328 jiwa. Berdasarkan kode etnik BPS, etnik Batak terdiri dari tujuh sub etnik. Populsi masing-masing sub etnik adalah sebagai berikut: 
  • Batak Angkola (623,214 jiwa)
  • Batak Karo (1,232,655 jiwa) 
  • Batak Mandailing (1,742,673 jiwa) 
  • Batak Pakpak Dairi (180,393 jiwa) 
  • Batak Simalungun (441,382 jiwa) 
  • Batak Tapanuli/Sibolga (539,567 jiwa)
  • Batak Toba (3,672,443 jiwa).
Dalam etnik Batak terdapat sebanyak 46.35 persen beragama Islam, sementara sebanyak 47.30 persen menganut agama Kristen dan 6.25 persen menganut agama Katolik. Sedangkan sisanya sebanyak 0.08 persen terdiri dari agama Hindu, Budha, Khonghucu dan lainnya.

Agama (Kepercayaan)
 
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.

  Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu: 
  •  Tondi : jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya. 
  • Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula. 
  • Begu : tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
      Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. 


          Aksara Batak

Surat Batak adalah nama aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa Batak. Surat Batak masih berkerabat dengan aksara Nusantara lainnya. Aksara ini memiliki beberapa varian bentuk, tergantung bahasa dan wilayah. Secara garis besar, ada lima varian surat Batak di Sumatra, yaitu Karo, Toba, Dairi, Simalungun, dan Mandailing. Aksara ini wajib diketahui oleh para datu, yaitu orang yang dihormati oleh masyarakat Batak karena menguasai ilmu sihir, ramal, dan penanggalan. Kini, aksara ini masih dapat ditemui dalam berbagai pustaha, yaitu kitab tradisional masyarakat Batak. Contoh:
 

Sumber

 


No comments:

Post a Comment